Nama : Fadliansyah
Npm : 22215360
Kelas : 1EB25
2. Siapkah
perekonomian Indonesia menghadapi MEA?
Seperti
biasa sebelum memasuki inti dari pertanyaan diatas, disini saya akan
menjabarkan sedikit seluk beluk mengenai MEA. MEA
adalah sebuah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk
menghilangkan, jika tidak, meminimalisasi hambatan-hambatan di dalam melakukan
kegiatan ekonomi lintas kawasan, misalnya dalam perdagangan barang, jasa, dan
investasi.
MEA atau AEC lebih ringkasnya adalah bentuk
kerjasama antar anggota negara-negara ASEAN yang terdiri dari Brunei, Filipina,
Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Melalui MEA yang diawali tahun 2016 terjadi
pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN. Sebuah integrasi ekonomi ASEAN
dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN. MEA dirancang
untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020.
Hal ini
dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India
untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
kesejahteraan.
Pembentukan
pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini
nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke
negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin
ketat.
Rencana
pemberlakuan AEC tersebut dicantumkan dalam Piagam ASEAN yang disahkan pada
2007. Pada tahun tersebut pula disepakati bahwa pencapaian AEC akan dipercepat
dari 2020 menjadi 2015. Pengesahan AEC dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 Piagam
ASEAN dan diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN.
ASEAN Free Trade Council yang tercantum dalam lampiran I Piagam ASEAN. Itulah dasar
hukum yang mengesahkan terbentuknya AEC.
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi AEC
2015 ada diantara PELUANG (opportunities)
dan ANCAMAN (threat). Siap
tidak siap tidak perlu diperdebatkan lagi karena AEC sudah jadi keputusan &
ketetapan politik yang harus dihadapi negara-negara ASEAN. Dilihat dari
beberapa data tentang kondisi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya, Indonesia kalah dalam banyak hal. Indonesia kalah oleh Thailand dan
Philipina, apalagi Brunei, Malaysia, dan Singapura. Masih tertinggal jauh.
Indonesia hanya menang pada luas negara yang begitu besar, jumlah penduduk yang
banyak, dan sumberdaya yang melimpah.
Pemerintah,
swasta, rakyat harus bahu membahu mewujudkan Indonesia yang mandiri bebas dari
segala bentuk penjajahan di bidang apapun. Indonesia yang mandiri dan bebas
dari segala bentuk penjajahan dalam bidang apapun terutama untuk saat ini di
bidang ekonomi. Kita harus mengubah mindset konsumtif
menjadi produktif sehingga kita bisa mengurangi pengeluaran dan memperbesar pemasukan
negara. Kita harus meningkatkan Competitive Advantage yang menarik konsumen akan produk kita
karena kualitas terjamin & harga yang terjangkau.
Diversifikasi
peningkatan nilai tambah dari bahan baku sumber daya alam yang melimpah menjadi
produk jadi yang berorientasi ekspor. Kita harus tingkatkan daya saing SDM
karena kunci kemajuan bangsa bukan dari kekayaan alamnya melainkan SDM yang ada
di dalamnya. Mempersiapkan lulusan perguruan tinggi kita agar mampu
berkompetisi dengan SDM lulusan universitas negara ASEAN.
Pada era
semua profesi harus memiliki sertifikasi tingkat ASEAN dan tiap tenaga
profesional harus punya semangat bersaing yang tinggi. Mengubah mindset pegawai jadi entrepreneur sehingga
diharapkan akan muncul pengusaha-pengusaha baru yang dapat menciptakan lapangan
kerja. Pengusaha-pengusaha baru yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
indonesia secara mandiri sehingga tidak bergantung produk negara lain. Kemajuan
sebuah bangsa tidak hanya tanggungjawab pemerintah semata akan tetapi merupakan
tanggungjawab seluruh elemen bangsa. Sudah saatnya semua bersatu saling bahu
membahu berjuang memajukan bangsa sesuai dengan peran dan fungsinya
masing-masing.
Persoalan mendasarnya adalah Indonesia
menghadapi:
1. Tingginya jumlah pengangguran terselubung-disguised unemployment;
2.
Rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kesempatan
kerja;
3. Pekerja Indonesia didominasi oleh
pekerja tidak terdidik sehingga produktivitas mereka rendah;
4. Meningkatnya pengangguran tenaga kerja terdidik,
akibat tidak sesuainya lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar;
5. Timpangnya produktivitas tenaga kerja
antar sektor ekonomi;
6. Sektor informal mendominasi lapangan
pekerjaan, dimana sektor ini belum mendapat perhatian optimal dari pemerintah;
7. Pengangguran di Indonesia, pengangguran
tertinggi dari 10 negara ASEAN, termasuk ketidaksiapan tenaga kerja terampil;
8. Tuntutan pekerja akan upah minimum,
tenaga kontrak, dan jaminan sosial ketenagakerjaan;
9. Masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang banyak tersebar di luar negeri
10. Ada 40 juta pengangguran di Indonesia.
Terjadi pada lulusan yang tidak bisa bersaing didunia kerja.
Kesimpulannya:
MEA atau AEC, memang banyak
menimbulkan kontroversi. Kenapa? Karna bisa menjadi ancaman yang menakutkan
atau menjadi peluang yang sangat menguntungkan. Sejatinya, menurut saya sendiri
MEA memang bagus diberlakukan untuk meningkatkan perekonomian di kawasan ASEAN.
Tetapi, mengingat banyak sekali masalah yang dihadapi Indonesia dalam
menghadapi MEA. Sepertinya, Indonesia masih belum siap menghadapi MEA. Terutama
di sektor SDM, pemerintah tampaknya harus meningkatkan kualitas SDMnya agar
dapat menghadapi MEA, atau malah ini menjadi peluang untuk unjuk gigi di mata
luar negeri bahwa Indonesia adalah bukan Indonesia yang bodoh seperti dulu lagi
tetapi Indonesia yang ditakuti oleh semua bangsa. Caranya adalah penguatan daya
saing ekonomi, program ACI (Aku Cinta Indonesia), penguatan sektor UKM (Usaha
Kegiatan Menengah), perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM, reformasi
kelembagaan dan pemerintah.
Daftar Pustaka atau Referensinya: