1. Pengertian
Kemiskinan Secara Teori
Secara harfiah kamus
besar Bahasa Indonesia, miskin itu
berarti tidak berharta benda. Miskin juga berarti tidak mampu mengimbangi
tingkat kebutuhan hidup standard dan tingkat penghasilan dan ekonominya rendah.
Secara singkat kemiskinan dapat didefenisikan sebagai suatu standar tingkat
hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standard kehidupan yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan
Sedangkan Secara umum
kemiskinan diartikan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok atau dasar. Mereka yang dikatakan berada di garis kemiskinan adalah
apabila tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Istilah
itu sangat mudah diucapkan tetapi begitu mudah untuk menentukan yang miskin itu
yang bagaimana siapa yang tergolong penduduk miskin. Untuk memberi
pemahaman konseptual, akan dikemukan dua pengertian kemiskinan,
yaitu:
- Secara
kualitatif, definisi kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup
manusia tidak layak sebagai manusia, dan
- Secara
kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup manusia serba
kekurangan, atau dengan bahasa yang tidak lazim “tidak berharta benda”
(Mardimin, 1996:20)
Jenis-Jenis Kemiskinan
Dalam
membicarakan masalah kemiskinan, kita akan menemui beberapa jenis-jenis
kemiskinan yaitu:
- Kemiskinan
absolut. Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi
kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja
penuh dan efisien,
- Kemiskinan
relatif . Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok
orang dibandingkan dengan kondisi orang lain dalam suatu daerah,
- Kemiskinan
Struktural. Kemiskinan struktural lebih menuju kepada orang
atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena
struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi
golongan yang lemah,
- Kemiskinan
Situsional atau kemiskinan natural. Kemiskinan situsional terjadi di
daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan oleh karenanya menjadi miskin.
- Kemiskinan
kultural. Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur atau budaya
masyarakatnya yang sudah turun temurun yang membuat mereka menjadi miskin
(Mardimin, 1996:24).
2. Garis
Kemiskinan
Garis Kemiskinan
merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per
kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Rumusnya:
Kegunaannya adalah Untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan
persentase penduduk miskin (headcount index-Po), indeks kedalaman kemiskinan
(poverty gap index-P1), dan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity
index-P2)
Selain dari Susenas Modul
Konsumsi dan Kor, variabel lain untuk menyusun indikator kemiskinan diperoleh
dari Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Garis kemiskinan menunjukkan
jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum
makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan
pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk
miskin.
3. Penyebab
dan Dampak Kemiskinan
A. Penyebab
Kemiskinan
Nugroho dan
Dahuri (2004:165)menyatakan bahwa kemiskinan di dalam masyarakat dikarenakan
oleh beberapa sebab yaitu sebagai berikut: Kemiskinan natural disebabkan
keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemiskinan
struktural disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai
kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan, kemiskinan ini umumnya
dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak seimbang.
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan sikap
individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya
yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.
Dengan kata
lain, seseorang dikatakan miskin jika dan hanya jika tingkat pendapatannya
tidak memungkinkan orang tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam
masyarakatnya. Jika diuraikan pernyataan diatas, maka bisa dibagi menjadi dua
faktor penyebab kemiskinan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah penyebab kemiskinan yang potensinya berasal dari diri
seseorang dan atau keluarga serta lingkungan sekitarnya. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan
situasi lain yang berpotensi membuat seseorang jatuh miskin seperti kekurangan
bahan baku atau bencana alam.
Secara
konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh lima faktor, yaitu :
- Faktor individual, atau patalogis, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si
miskin;
- Faktor keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan
hubungan keluarga;
- Faktor sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan
kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam
lingkungan sekitar;
- Faktor agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat
dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah dan ekonomu;
- Faktor struktural, yang memberikan alasan bahwa
kemiskinan merupakan hasil dari struktur social.
Selain factor-faktor diatas,
ternyata ada lagi factor lain yang mempengaruhinya yaitu sebagai berikut:
1.
Tingkat
pendidikan yang rendah
2.
Produktivitas
tenaga kerja rendah
3.
Tingkat
upah yang rendah
4.
Distribusi
pendapatan yang tidak seimbang
5.
Kesempatan
kerja yang sedikit
6.
Kwalitas
sumber daya manusia masih rendah
7.
Penggunaan
teknologi masih kurang
8.
Etos
kerja dan motivasi pekerja yang rendah
9.
Kultur/budaya
(tradisi)
10. Politik yang belum stabil
B. Dampak
Kemiskinan
Dampak
akibat kemiskinan yang terjadi di Indonesia, sebenarnya begitu banyak dan
sangat kompleks.
Pertama,
penggangguran. Jumlah pengganguran yang terjadi pada awal tahun 2011 mencapai
8,12 juta orang. Angka penggangguran ini cukup fantatis, mengingat krisis
multidimensional yang sedang dihadapi oleh bangsa saat ini. Banyaknya
penggangguran, berarti mereka tidak bekerja dan otomatis mereka tidak
mendapatkan penghasilan. Dengan tidak bekerja dan tidak mendapatkan
penghasilan, mereka tidak data memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara otomatis,
pengangguran menurunkan daya saing dan beli masyarakat.
Kedua,
kekerasan. Kekerasan yang terjadi biasanya disebabkan karena efek
pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah yang benar dan
halal.
Ketiga,
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan, mengakibatkan masyarakat miskin tidak
dapat menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Akhirnya, kondisi masyarakat
miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak
pada rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Ini akan menyebabkan bertambahnya
pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut
keterampilan di segala bidang.
Keempat,
kesehatan. Biaya pengobatan yang terjadi pada klinik pengobatan bahkan rumah
sakit swasta besar sangat mahal dan biaya pengobatan tersebut tidak terjangkau
oleh kalangan masyarakat miskin.
Kelima,
konflik social bernuansa SARA. Konflik SARA terjadi karena ketidakpuasan dan
kekecewaan atas kondisi kemiskinan yang semakin hari semakin akut. Hal ini
menjadi sebuah bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. Terlebih lagi
fenomena bencana alam yang sering terjadi di negeri ini, yang berdampak langsung
terhadap meningkatnya angka kemiskinan. semuanya terjadi hamper merata di
setiap daerah di Indonesia, baik di pedesaan maupun diperkotaan.
4. Pertumbuhan,
Kesenjangan, dan Kemiskinan
Merupakan hubungan antara pertumbuhan dan kesenjangan.
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan
pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini
berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah
berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya
menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat
pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan
oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap
indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena
“Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan
produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor
yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan
adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan
kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor
(Ferreira, 1999, 4).
Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa
kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan
indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial
level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi
yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan
yang menurun.
Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
5.
Beberapa Indikator Kesenjangan dan
Kemiskinan
A. Indicator
Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan
dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni
axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok
pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran
atkinson, dan koefisien gini.
Yang
paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang
0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi
yang
sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Kurva
Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan Ide dasar dari perhitungan koefisien
gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin
jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat
ketidakmerataan distribusi pendapatan.Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini
berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan
sedang dengan nilai gini antara 0,36-0,49,
dan ketimpangan dikatakan rendah dengan
koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain
alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara
jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan
rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan
tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan
diukur berdasarkan pendapatan
yang dinikmati
oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan
dinyatakan tinggi,
apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan
rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan.
Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila
kelompok tersebut menerima lebih besar 17 % dari jumlah pendapatan
B. Indikator Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas
miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan
minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994)
Untuk kebutuhan
minimum
makanan
digunakan
patokan
2.100
kalori
per
hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan
minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka
barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan
2
macam
pendekatan,
yaitu
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang
sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan
ukuran
yang
menggunakan
kemiskinan
absolut.
Jumlah penduduk miskin adalah jumlah
penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan
nilai
rupiah
dari
kebutuhan
minimum
makanan
dan
non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan
garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3
indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam
banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang
hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran
konsumsi
perkapita dibawah garis kemiskinan,
indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya
kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau
dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan
rata-rata
pendapatan
orang
miskin
dari
garis
kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis
tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks Pa
ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah
perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok
keluarga miskin (yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan.
Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a adalah presentase eksponen dari besarnya
pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi
dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa. Ketiga, the severity of
property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada
prinsipnya sama seperti IJK
Namun, selain
mengukur jarak yang
memisahkan orang miskin
dari garis kemiskinan, IKK juga
mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara
penduduk
miskin.
Indeks
ini
yang
juga
disebut
Distributionally
Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
6. Kemiskinan
di Indonesia
Pada bulan
Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22
persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi
September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).
Persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen,
naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin
di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21
persen pada Maret 2015.
Selama
periode September 2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
naik sebanyak 0,29 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014
menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015), sementara di daerah perdesaan naik
sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi
17,94 juta orang pada Maret 2015).
Peranan
komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015
tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi
September 2014 yaitu sebesar 73,47 persen.
Komoditi
makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan
relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek
filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, tahu,
dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya
perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada periode
September 2014–Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan.
7. Faktor-faktor
Penyebab Kemiskinan
Faktor-faktor
penyebab kemiskinan
Kemiskinan
terjadi tentunya pasti ada faktor-faktor penyebabnya. Dibawah ini ada 2
Faktor-faktor penyebab manusia, yaitu:
a.
Faktor-Faktor penyebab kemiskinan secara manusia (Manurung, dalam Bulletin YDS,
1993:4) :
1)
Sikap
dan pola pikir serta wawasan yang rendah, Malas berpikir dan bekerja,
2)
Kurang
keterampilan,
3)
Pola
hidup konsumtif,
4)
Sikap
apatis/egois/pesimis,
5)
Rendah
diri,
6)
Adanya
gep antara kaya dan miskin,
7)
Belenggu
adat dan kebiasaan,
8)
Adanya
teknologi baru yang hanya menguntungkan kaum tertentu (kaya),
9)
Adanya
perusakan lingkungan hidup,
10)
Pendidikan
rendah,
11)
Populasi
penduduk yang tinggi,
12)
Pemborosan
dan kurang menghargai waktu,
13)
Kurang
motivasi mengembangkan prestasi,
14)
Kurang
kerjasama,
15)
Pengangguran
dan sempitnya lapangan kerja,
16)
Kesadaran
politik dan hukum,
17)
Tidak
dapat memanfaatkan SDA dan SDM setempat, dan
18)
Kurangnya
tenaga terampil bertumpun ke kota.
b. Faktor-Faktor
penyebab kemiskinan secara non manusia (Manurung, dalam Bulletin YDS,
1993:5) :
1)
Faktor
alam, lahan tidak subur/lahan sempit,
2)
Keterampilan
atau keterisolasi desa,
3)
Sarana
pehubungan tidak ada,
4)
Kurang
Fasilitasi umum,
5)
Langkanya
modal,
6)
Tidak
stabilnya harga hasil bumi,
7)
Industrialisasi
sangat minim
8)
belum
terjagkau media informasi,
9)
Kurang
berfungsinya lembaga-lembaga desa,
10)
Kepemilikan
tanah kurang pemerataan.
8. Kebijakan
Anti Kemiskinan
A.
Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
secara konsep mencakup komponen untuk biaya operasional non personel hasil
studi Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional
(Balitbang Depdiknas). Namun karena biaya satuan yang digunakan adalah
rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa
kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi.
Prioritas utama BOS adalah untuk
biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena itu keterbatasan dana
BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah/madrasah/ponpes
dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas utama
dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi
masyarakat yang mampu.
Dalam Rangka Penuntasan Wajar
Sembilan tahun yang bermutu, banyak program yang telah, sedang dan akan
dilakukan. Program-program tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu
pemerataan dan perluasan akses, peningkata mutu, relevansi dan daya saing dan
tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Salah satu program yang
diharapkan berperan besar terhadap percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun yang
bermutu adalah program BOS.
Melalui Program BOS yang terkait
dengan gerakan percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun, maka setiap pelaksanaan
program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut :
·
BOS
harus menjadi sarana penting untuk mempercepat penuntasan Wajar 9 Tahun.
·
Melalui
BOS tidak ada siswa miskin putus sekolah karena tidak mampu membayar
iuran/pungutan yang dilakukan oleh sekolah/madrasah/ponpes.
·
Anak
lulusan sekolah setingkat SD, harus diupayakan kelangsungan pendidikannya ke
sekolah setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD/MI/setara tidak dapat
melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB dengan alasan mahalnya biaya masuk sekolah.
·
Kepala
sekolah/madrasah/ponpes mencari dan mengajak siswa SD/MI/SDLB yang akan lulus
dan tidak berpotensi untuk melanjutkan sekolah yang ditampung di SMP/MTs/SMPLB.
·
Demikian
juga apabila teridentifikasi anak putus sekolah yang masih berminat untuk
melanjutkan agar diajak kembali ke bangku sekolah.
B.
Kredit
Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat, yang
selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil
Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi
yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.
KUR adalah program yang dicanangkan
oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank.
Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara
sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan
dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksana
yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM).
C.
Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Kemiskinan mempengaruhi kesehatan
sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena
mereka mengalami gangguan sebagai berikut:
1. menderita gizi buruk
2. pengetahuan kesehatan kurang
3. perilaku kesehatan kurang
4. lingkungan pemukiman buruk
5. biaya kesehatan tidak tersedia
Sebaliknya
kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan
karena orang yang sehat memiliki kondisi sebagai berikut:
1. produktivitas kerja tinggi
2. pengeluaran berobat rendah
3. Investasi dan tabungan memadai
4. tingkat pendidikan maju
5. tingkat fertilitas dan kematian rendah
6. stabilitas ekonomi mantap
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin mempunyai arti penting karena 3 alasan pokok:
·
Menjamin
terpenuhinya keadilan sosial bagi masyarakat miskin, sehingga pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak mengingat kematian bayi dan kematian
balita 3 kali dan 5 kali lebih tinggi dibanding pada keluarga tidak miskin. Di
sisi lain penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat miskin,
dapat mencegah 8 juta kematian sampai tahun 2010.
·
Untuk
kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa dengan
meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah miskin dan
kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan dalam memenuhi
komitmen global guna mnurunkan kemiskinan melalui upaya kesehatan bagi keluarga
miskin.
·
Hasil
studi menunjukan bahwa kesehatan penduduk yang baik, pertumbuhan ekonomi akan
baik pula dengan demikian upaya mengatasi kemiskinan akan lebih berhasil.Upaya-upaya pelayanan kesehatan penduduk
miskin, memerlukan penyelesaian menyeluruh dan perlu disusun strategi serta
tindak pelaksanaan pelayanan kesehatan yang peduli terhadap penduduk miskin.
Pelayanan kesehatan peduli penduduk miskin meliputi
upaya-upaya sebagai berikut:
1.
Membebaskan
biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah kesehatan yang banyak diderita
masyarakat miskin seperti TB, malaria, kurang gizi, PMS dan pelbagai penyakit
infeksi lain dan kesehatan lingkungan.
2.
Mengutamakan
penanggulangan penyakit penduduk tidak mampu.
3.
Meningkatkan
penyediaan serta efektifitas pelbagai pelayanan kesehatan masyarakat yang
bersifat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi pelayanan
kesehatan termasuk penyediaan obat, keamanan dan fortifikasi makanan,
pengawasan kesehatan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja.
4.
Meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk tidak mampu
5.
Realokasi
pelbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan pada daerah miskin
6.
Meningkatkan
partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat miskin. Masalah kesehatan
masyarakat bukan masalah pemerintah saja melainkan masalah masyarakat itu
sendiri karena perlu dilakukan peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin.
D.
Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap
seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan Khusus :
a.
Meningkatnya
cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di
Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit.
b.
Meningkatnya
kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
c.
Terselenggaranya
pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel
SasaranSasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh
Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan
kesehatan lainnya.
E.
Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM)
PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan
kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan
yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah :
Tujuan Umum: Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja
masyarakat miskin secara mandiri.
Tujuan Khusus:
1.
Meningkatnya
partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan,
komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering
terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan
pembangunan.
2.
Meningkatnya
kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.
3.
Meningkatnya
kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama
masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak
pada masyarakat miskin (pro-poor).
4.
Meningkatnya
sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya
untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
5.
Meningkatnya
keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan
kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
6.
Meningkatnya
modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya
serta untuk melestarikan kearifan lokal.
7.
Meningkatnya
inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam
pemberdayaan masyarakat.
F.
Program
Raskin
Program Raskin merupakan subsidi pangan sebagai upaya dari
Pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada
keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang diharapkan mampu menjangkau
keluarga miskin dimana masing-masing keluarga akan menerima beras minimal 10 Kg
KK per bulan dan maksimal 20 Kg KK per bulan netto dengan harga netto Rp 1.000
per kg di titik distribusi.
Tujuan program raskin adalah memberikan bantuan dan meningkatkan/membuka
akses pangan keluarga miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan beras sebagai
upaya peningkatan ketahanan pangan di tingkat keluarga melalui penjualan beras
kepada keluarga penerima manfaat pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah
yang telah ditentukan.
Sasarannya adalah terbantu dan terbukanya akses beras keluarga miskin yang
telah terdata dengan kuantum tertentu sesuai dengan hasil musyawarah
desa/kelurahan dengan harga bersubsidi di tempat, sehingga dapat membantu
meningkatkan ketahanan pangan keluarga miskin. Program Beras untuk Rakyat
Miskin (Raskin) ditujukan untuk rumah tangga miskin (RTM) di desa/kelurahan.
G.
Program
Keluarga Harapan
Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus
pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, Pemerintah Indonesia
mulai tahun 2007 akan melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). PKH dikenal
di negara lain dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) atau bantuan
tunai bersyarat. PKH bukan merupakan kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai
yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya
belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM.
PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem
perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Pelaksanaan di Indonesia
diharapakan akan membantu penduduk termiskin, bagian masyarakat yang paling
membutuhkan uluran tangan dari siapapun juga. Pelaksanaan PKH secara
berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 akan mempercepat pencapaian
Tujuan Pembangunan Millenium.
Setidaknya terdapat 5 Komponen MDG’s yang secara tidak langsung akan terbantu
oleh PKH yaitu:
1. Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan
2. Pendidikan Dasar
3. Kesetaraan Gender
4. Pengurangan angka kematian bayi dan balita
5. Pengurangan kematian ibu melahirkan
Daftar Pustaka atau Referensinya:
1.
http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-kemiskinan-jenis-faktor.html
2.
https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=50
3.https://delialestari38.wordpress.com/2015/04/30/penyebab-kemiskinan-dan-dampak-akibat-kemiskinan/
4.
https://lestarieb.wordpress.com/2011/04/22/pertumbuhan-kesenjangan-dan-kemiskinan/
5.
http://bps.go.id/brs/view/1158/
6.
http://dokumen.tips/documents/beberapa-indikator-kesenjangan-dan-kemiskinan1314.html