Sunday, May 1, 2016

Tugas _ 6_ Perekonomian Indonesia || Kemiskinan dan Kesenjangan (Genap)

1.      Pengertian Kemiskinan Secara Teori
Secara harfiah kamus besar Bahasa Indonesia, miskin itu berarti tidak berharta benda. Miskin juga berarti tidak mampu mengimbangi tingkat kebutuhan hidup standard dan tingkat penghasilan dan ekonominya rendah. Secara singkat kemiskinan dapat didefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standard kehidupan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan
Sedangkan Secara umum kemiskinan diartikan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok atau dasar. Mereka yang dikatakan berada di garis kemiskinan adalah apabila tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Istilah itu sangat mudah diucapkan tetapi begitu mudah untuk menentukan yang miskin itu    yang bagaimana siapa yang tergolong penduduk miskin. Untuk memberi pemahaman konseptual,  akan dikemukan dua pengertian kemiskinan, yaitu: 
  1. Secara kualitatif, definisi kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup manusia tidak layak sebagai manusia, dan  
  2. Secara kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup manusia serba kekurangan, atau dengan bahasa yang tidak lazim “tidak berharta benda”   (Mardimin, 1996:20) 
Jenis-Jenis Kemiskinan
Dalam membicarakan masalah kemiskinan, kita akan menemui beberapa jenis-jenis kemiskinan yaitu: 
  1. Kemiskinan absolut. Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien, 
  2. Kemiskinan relatif . Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain dalam suatu daerah,  
  3. Kemiskinan Struktural.    Kemiskinan struktural lebih menuju kepada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah, 
  4. Kemiskinan Situsional atau kemiskinan natural. Kemiskinan situsional terjadi di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan oleh karenanya menjadi miskin.  
  5. Kemiskinan kultural. Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur atau budaya masyarakatnya yang sudah turun temurun yang membuat mereka menjadi miskin  (Mardimin, 1996:24).   
2.      Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Rumusnya:
Kegunaannya adalah Untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan persentase penduduk miskin (headcount index-Po), indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index-P1), dan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index-P2)
Selain dari Susenas Modul Konsumsi dan Kor, variabel lain untuk menyusun indikator kemiskinan diperoleh dari Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Garis kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

3.      Penyebab dan Dampak Kemiskinan
A.    Penyebab Kemiskinan
Nugroho dan Dahuri (2004:165)menyatakan bahwa kemiskinan di dalam masyarakat dikarenakan oleh beberapa sebab yaitu sebagai berikut: Kemiskinan natural disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemiskinan struktural disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan, kemiskinan ini umumnya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak seimbang. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.
Dengan kata lain, seseorang dikatakan miskin jika dan hanya jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatnya. Jika diuraikan pernyataan diatas, maka bisa dibagi menjadi dua faktor  penyebab kemiskinan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah penyebab kemiskinan yang potensinya berasal dari diri seseorang dan atau keluarga serta lingkungan sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang  berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan situasi lain yang berpotensi membuat seseorang jatuh miskin seperti kekurangan bahan baku atau bencana alam.
Secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh lima faktor, yaitu :
  1. Faktor individual, atau patalogis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
  2. Faktor keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan hubungan keluarga;
  3. Faktor sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
  4. Faktor agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah dan ekonomu;
  5. Faktor struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur social.
Selain factor-faktor diatas, ternyata ada lagi factor lain yang mempengaruhinya yaitu sebagai berikut:
1.      Tingkat pendidikan yang rendah
2.      Produktivitas tenaga kerja rendah
3.      Tingkat upah yang rendah
4.      Distribusi pendapatan yang tidak seimbang
5.      Kesempatan kerja yang sedikit
6.      Kwalitas sumber daya manusia masih rendah
7.      Penggunaan teknologi masih kurang
8.      Etos kerja dan motivasi pekerja yang rendah
9.      Kultur/budaya (tradisi)
10.  Politik yang belum stabil

B.     Dampak Kemiskinan
Dampak akibat kemiskinan yang terjadi di Indonesia, sebenarnya begitu banyak dan sangat kompleks.
Pertama, penggangguran. Jumlah pengganguran yang terjadi pada awal tahun 2011 mencapai 8,12 juta orang. Angka penggangguran ini cukup fantatis, mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi oleh bangsa saat ini. Banyaknya penggangguran, berarti mereka tidak bekerja dan otomatis mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dengan tidak bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan, mereka tidak data memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara otomatis, pengangguran menurunkan daya saing dan beli masyarakat.
Kedua, kekerasan.  Kekerasan yang terjadi biasanya disebabkan karena efek pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah yang benar dan halal.
Ketiga, pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan, mengakibatkan masyarakat miskin tidak dapat menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Akhirnya, kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
Keempat, kesehatan. Biaya pengobatan yang terjadi pada klinik pengobatan bahkan rumah sakit swasta besar sangat mahal dan biaya pengobatan tersebut tidak terjangkau oleh kalangan masyarakat miskin.
Kelima, konflik social bernuansa SARA. Konflik SARA terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi kemiskinan yang semakin hari semakin akut. Hal ini menjadi sebuah bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. Terlebih lagi fenomena bencana alam yang sering terjadi di negeri ini, yang berdampak langsung terhadap meningkatnya angka kemiskinan. semuanya terjadi hamper merata di setiap daerah di Indonesia, baik di pedesaan maupun diperkotaan.
4.      Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan
Merupakan hubungan antara pertumbuhan dan kesenjangan.
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
5.      Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
A.    Indicator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama  dari pendapatan) dan bila 1  : ketidakmerataan yang  sempurna dalam pembagian pendapatan.
Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni  mendekati  1 atau  semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien   gini   0,5-0,7.   Ketimpangan   sedang   dengan   nilai   gini   antara   0,36-0,49,   dan ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya,   ketidakmerataan   pendapatan   diukur   berdasarkan   pendapatan   yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat   ketidakmerataan   dalam   distribusi   pendapatan   dinyatakan   tinggi,   apabila   40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan.  Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila  kelompok  tersebut  menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila  kelompok tersebut menerima lebih besar  17 % dari jumlah pendapatan
B.     Indikator Kemiskinan
Batas  garis kemiskinan  yang digunakan  setiap negara ternyata  berbeda-beda.  Ini disebabkan karena  adanya perbedaan   lokasi  dan  standar  kebutuhan hidup.  Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994)
Untuk   kebutuhan   minimum   makanan   digunakan   patokan   2.100   kalori   per   hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan   kata   lain,   BPS   menggunakan   2   macam   pendekatan,   yaitu   pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head   Count   Index   merupakan   ukuran   yang   menggunakan   kemiskinan   absolut.   Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan,   yang   merupakan   nilai   rupiah   dari   kebutuhan   minimum   makanan   dan   non makanan.   Dengan   demikian,   garis   kemiskinan   terdiri   dari   2   komponen,   yaitu   garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam  keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi   jarak/perbedaan   rata-rata   pendapatan   orang   miskin   dari   garis   kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa. Ketiga, the severity of property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK
Namun,   selain   mengukur   jarak   yang   memisahkan   orang   miskin   dari   garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran   diantara   penduduk   miskin.   Indeks   ini   yang   juga   disebut   Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
6.      Kemiskinan di Indonesia
Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015.
Selama periode September 2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,29 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015).
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015 tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2014 yaitu sebesar 73,47 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, tahu, dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada periode September 2014–Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan.
7.      Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-faktor penyebab kemiskinan 
Kemiskinan terjadi tentunya pasti ada faktor-faktor penyebabnya. Dibawah ini ada 2 Faktor-faktor penyebab manusia, yaitu: 

a. Faktor-Faktor penyebab kemiskinan secara manusia (Manurung, dalam Bulletin YDS, 1993:4) :  

1)      Sikap dan pola pikir serta wawasan yang rendah, Malas berpikir dan bekerja,  
2)      Kurang keterampilan,  
3)      Pola hidup konsumtif,  
4)      Sikap apatis/egois/pesimis, 
5)      Rendah diri,  
6)      Adanya gep antara kaya dan miskin, 
7)      Belenggu adat dan kebiasaan,  
8)      Adanya teknologi baru yang hanya menguntungkan kaum tertentu (kaya),  
9)      Adanya perusakan lingkungan hidup,  
10)  Pendidikan rendah,  
11)  Populasi penduduk yang tinggi,  
12)  Pemborosan dan kurang menghargai waktu,  
13)  Kurang motivasi mengembangkan prestasi,  
14)  Kurang kerjasama,  
15)  Pengangguran dan sempitnya lapangan kerja,  
16)  Kesadaran politik dan hukum,  
17)  Tidak dapat memanfaatkan SDA dan SDM setempat, dan 
18)  Kurangnya tenaga terampil bertumpun  ke kota.

b. Faktor-Faktor penyebab kemiskinan secara non manusia (Manurung, dalam Bulletin YDS, 1993:5) : 
1)      Faktor alam, lahan tidak subur/lahan sempit,  
2)      Keterampilan atau keterisolasi desa,  
3)      Sarana pehubungan tidak ada,  
4)      Kurang Fasilitasi umum,  
5)      Langkanya modal,  
6)      Tidak stabilnya harga hasil bumi,  
7)      Industrialisasi sangat minim 
8)      belum terjagkau media informasi, 
9)      Kurang berfungsinya lembaga-lembaga desa,  
10)  Kepemilikan tanah kurang pemerataan.  

8.      Kebijakan Anti Kemiskinan
A.    Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara konsep mencakup komponen untuk biaya operasional non personel hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional (Balitbang Depdiknas). Namun karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi.
Prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena itu keterbatasan dana BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah/madrasah/ponpes dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.
Dalam Rangka Penuntasan Wajar Sembilan tahun yang bermutu, banyak program yang telah, sedang dan akan dilakukan. Program-program tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu pemerataan dan perluasan akses, peningkata mutu, relevansi dan daya saing dan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Salah satu program yang diharapkan berperan besar terhadap percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun yang bermutu adalah program BOS.
Melalui Program BOS yang terkait dengan gerakan percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun, maka setiap pelaksanaan program pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut :
·         BOS harus menjadi sarana penting untuk mempercepat penuntasan Wajar 9 Tahun.
·         Melalui BOS tidak ada siswa miskin putus sekolah karena tidak mampu membayar iuran/pungutan yang dilakukan oleh sekolah/madrasah/ponpes.
·         Anak lulusan sekolah setingkat SD, harus diupayakan kelangsungan pendidikannya ke sekolah setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD/MI/setara tidak dapat melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB dengan alasan mahalnya biaya masuk sekolah.
·         Kepala sekolah/madrasah/ponpes mencari dan mengajak siswa SD/MI/SDLB yang akan lulus dan tidak berpotensi untuk melanjutkan sekolah yang ditampung di SMP/MTs/SMPLB.
·         Demikian juga apabila teridentifikasi anak putus sekolah yang masih berminat untuk melanjutkan agar diajak kembali ke bangku sekolah.
B.     Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.
KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksana yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM).


C.    Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan sebagai berikut:
1.      menderita gizi buruk
2.      pengetahuan kesehatan kurang
3.      perilaku kesehatan kurang
4.      lingkungan pemukiman buruk
5.       biaya kesehatan tidak tersedia
Sebaliknya kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi sebagai berikut:
1. produktivitas kerja tinggi
2. pengeluaran berobat rendah
3. Investasi dan tabungan memadai
4. tingkat pendidikan maju
5. tingkat fertilitas dan kematian rendah
6. stabilitas ekonomi mantap
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mempunyai arti penting karena 3 alasan pokok:
·            Menjamin terpenuhinya keadilan sosial bagi masyarakat miskin, sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak mengingat kematian bayi dan kematian balita 3 kali dan 5 kali lebih tinggi dibanding pada keluarga tidak miskin. Di sisi lain penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat miskin, dapat mencegah 8 juta kematian sampai tahun 2010.
·            Untuk kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa dengan meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah miskin dan kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan dalam memenuhi komitmen global guna mnurunkan kemiskinan melalui upaya kesehatan bagi keluarga miskin.
·            Hasil studi menunjukan bahwa kesehatan penduduk yang baik, pertumbuhan ekonomi akan baik pula dengan demikian upaya mengatasi kemiskinan akan lebih berhasil.Upaya-upaya pelayanan kesehatan penduduk miskin, memerlukan penyelesaian menyeluruh dan perlu disusun strategi serta tindak pelaksanaan pelayanan kesehatan yang peduli terhadap penduduk miskin.
Pelayanan kesehatan peduli penduduk miskin meliputi upaya-upaya sebagai berikut:
1.         Membebaskan biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah kesehatan yang banyak diderita masyarakat miskin seperti TB, malaria, kurang gizi, PMS dan pelbagai penyakit infeksi lain dan kesehatan lingkungan.
2.         Mengutamakan penanggulangan penyakit penduduk tidak mampu.
3.         Meningkatkan penyediaan serta efektifitas pelbagai pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi pelayanan kesehatan termasuk penyediaan obat, keamanan dan fortifikasi makanan, pengawasan kesehatan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja.
4.         Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk tidak mampu
5.         Realokasi pelbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan pada daerah miskin
6.         Meningkatkan partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat miskin. Masalah kesehatan masyarakat bukan masalah pemerintah saja melainkan masalah masyarakat itu sendiri karena perlu dilakukan peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin.

D.    Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan Khusus :
a.    Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit.
b.   Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
c.    Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel
SasaranSasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.

E.     Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM)
PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah :
Tujuan Umum: Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
Tujuan Khusus:
1.      Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
2.      Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.
3.      Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).
4.      Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
5.      Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
6.      Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.
7.      Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

F.     Program Raskin
Program Raskin merupakan subsidi pangan sebagai upaya dari Pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin dimana masing-masing keluarga akan menerima beras minimal 10 Kg KK per bulan dan maksimal 20 Kg KK per bulan netto dengan harga netto Rp 1.000 per kg di titik distribusi.
Tujuan program raskin adalah memberikan bantuan dan meningkatkan/membuka akses pangan keluarga miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan beras sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di tingkat keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan.
Sasarannya adalah terbantu dan terbukanya akses beras keluarga miskin yang telah terdata dengan kuantum tertentu sesuai dengan hasil musyawarah desa/kelurahan dengan harga bersubsidi di tempat, sehingga dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan keluarga miskin. Program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin) ditujukan untuk rumah tangga miskin (RTM) di desa/kelurahan.
G.    Program Keluarga Harapan
Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, Pemerintah Indonesia mulai tahun 2007 akan melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). PKH dikenal di negara lain dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) atau bantuan tunai bersyarat. PKH bukan merupakan kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM.
PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Pelaksanaan di Indonesia diharapakan akan membantu penduduk termiskin, bagian masyarakat yang paling membutuhkan uluran tangan dari siapapun juga. Pelaksanaan PKH secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015 akan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.
Setidaknya terdapat 5 Komponen MDG’s yang secara tidak langsung akan terbantu oleh PKH yaitu:
1. Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan
2. Pendidikan Dasar
3. Kesetaraan Gender
4. Pengurangan angka kematian bayi dan balita

5. Pengurangan kematian ibu melahirkan
Daftar Pustaka atau Referensinya:
1. http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-kemiskinan-jenis-faktor.html
2. https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=50
3.https://delialestari38.wordpress.com/2015/04/30/penyebab-kemiskinan-dan-dampak-akibat-kemiskinan/
4. https://lestarieb.wordpress.com/2011/04/22/pertumbuhan-kesenjangan-dan-kemiskinan/
5. http://bps.go.id/brs/view/1158/
6. http://dokumen.tips/documents/beberapa-indikator-kesenjangan-dan-kemiskinan1314.html

1 comment: