A. PDB
(Produk Domestik Bruto)
A.1
Produk Domestik Bruto
Gross Domestic Product (GDP)
atau produk domestik bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah
suatu negara dalam jangka waktu setahun.
GDP tidak
mempertimbangkan kebangsaan perusahaan atau warga negara yang menghasilkan
barang atau jasa negara tersebut. GDP dihitung berdasarkan nilai barang dan
jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berdomisili di negara
tersebut, baik pribumi maupun warga negara asing.
Nilai GDP dapat
dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku atau harga dasar yang konstan.
GDP nominal mengukur nilai barang dan jasa akhir dengan harga yang berlaku di
pasar pada tahun tersebut. Sedangkan GDP riil mengukur nilai barang dan jasa
akhir dengan menggunakan harga yang tetap.
GDP yang dihitung
berdasarkan pengeluaran terdiri dari empat komponen utama yaitu konsumsi
dinotasikan C, investasi dinotasikan I, pembelian oleh pemerintah dinotasikan
G, dan total bersih ekspor atau ekspor neto dinotasikan dengan X – M. Notasi X
untuk ekspor dan M untuk impor. Ekspor neto (X – M) menunjukkan selisih antara
nilai ekspor dan impor. Bentuk aljabar dari GDP dapat ditulis sebagai berikut:
Y
= C + I + G + (X – M)
Y
= GDP
Konsumsi, investasi, pembelian pemerintah dan ekspor
berkorelasi positif dengan GDP. Sedangkan impor berkorelasi negatif. Setiap
kenaikan komponen-komponen yang berkorelasi positif akan menaikan nilai GDP.
Sedangkan kenaikan komponen yang berkorelasi negatif akan menurunkan nilai GDP.
Pendapatan pribadi berkorelasi positif terhadap
besarnya nilai konsumsi. Naiknya pendapatan akan meningkatkan nilai komsumsi
rumah tangga. Ketika komsumsi rumah tangga naik, maka GDP cenderung naik. Hal
ini menjelaskan bahwa peningkatan GDP dapat terjadi ketika pendapat pribadi
naik.
Investasi dipengaruhi oleh tingkat pengembalian modal
dan tingkat bunga. Para pemilik modal akan berinvestasi jika tingkat
pengembalian modal lebih besar daripada tingkat bunga. Tingkat bunga yang
tinggi menyebabkan investasi menjadi tidak menarik atau tidak menguntungkan.
Ketika tingkat bunga tinggi sebagian modal digunakan untuk mencari keuntungan
dari tingkat bunga melalui deposito atau tabungan. Tingkat bunga tinggi pada
akhir akan mengurangi jumlah modal yang diinvestasikan. Jika pengeluaran
investasi berkurang, maka GDP cenderung menurun. Hal ini menjelaskan bahwa
ketika tingkat bunga tinggi, dan deposito lebih menarik bagi para investor,
maka GDP akan cenderung turun .
Pembelian pemerintah adalah nilai barang dan jasa yang
dibeli oleh pemerintah pusat dan daerah. Contoh pembelian pemerintah adalah
pembelian peralatan militer, pembangunan sarana umum, jalan, gaji pegawai dan
jasa yang diberikan oleh pemerintah. Pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh
pendapatan pemerintah dari pajak dan pendapatan bukan pajak, seperti perusahaan
milik pemerintah. Jika pengeluaran pemerintah turun, maka GDP cenderung turun.
Hal ini menjelaskan bahwa jika pendapatan pemerintah naik dan pembelian juga
naik maka nilai GDP akan naik.
Karena salah satu pendapatan pemerintah adalah pajak,
dan jika pendapatan dari pajak naik, kemudian pemerintah membelanjakan
pandapatan dari pajak ini, maka naiknya pajak akan cenderung meningkatkam GDP.
Ekspor neto yang dinotasikan dengan (X – M) adalah
neraca perdagangan yang menunjukkan penerimaan bersih dari transaksi
internasional. Perubahan arah neraca perdagangan akan mempengaruhi perubahan
GDP. Nilai impor lebih besar daripada ekspor menyebabkan neraca perdagangan
menjadi defisit. Artinya nilai ekspor neto adalah negatif. Defisit neraca
perdagangan cenderung menurunkan nilai GDP. Hal menjelaskan bahwa untuk dapat
meningkatkan GDP dapat dilakukan dengan peningkatan ekspor dan penurunan impor.
B. Pertumbuhan
Ekonomi
B.1
Pertumbuhan Ekonomi Secara Teori
Menurut Simon Kuznets,
pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara
yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi bagi penduduknya.
Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya
kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, kelembagaan, dan ideologis
terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.
Dari definisi di atas berarti
terdapat tiga komponen pokok dalam pertumbuhan ekonomi sebagai berikut.
1.
Kenaikan
output secara berkesinambungan merupakan perwujudan dari pertumbuhan ekonomi, sedangkan
kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda
kematangan ekonomi di suatu negara.
2.
Perkembangan
teknologi merupakan dasar atau prakondisi bagi berlangsungnya pertumbuhan
ekonomi secara berkesinambungan.
3.
Untuk
mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi baru, perlu
diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap, dan ideologi. Inovasi
dalam bidang teknologi harus dibarengi dengan inovasi dalam bidang sosial.
Pertumbuhan ekonomi merupakan
masalah perekonomian jangka panjang dan menjadi kenyataan yang selalu dialami
oleh suatu bangsa. Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan ekonomi menimbukan
dua efek penting, yaitu kemakmuran atau taraf hidup masyarakat meningkat dan
penciptaan kesempatan kerja baru karena semakin bertambahnya jumlah penduduk.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu bidang penyelidikan yang telah lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi.
Berikut ini diuraikan teori-teori pertumbuhan ekonomi dari berbagai aliran.
a. Aliran Merkantilisme
Pertumbuhan ekonomi atau
perkembangan ekonomi suatu negara menurut kaum Merkantilis ditentukan oleh
peningkatan perdagangan internasional dan penambahan pemasaran hasil industri
serta surplus neraca perdagangan.
b. Aliran Klasik
Tokoh-tokoh aliran Klasik antara lain Adam Smith dan David
Ricardo.
1) Adam Smith
Adam Smith mengemukakan teori
pertumbuhan ekonomi dalam sebuah buku yang berjudul An Inquiry Into the Nature
and Causes of the Wealth of Nations tahun 1776. Menurut Adam Smith, ada empat
fackor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a) jumlah penduduk,
b) jumlah stok barang-barang modal,
c) luas tanah dan kekayaan alam, dan
d) tingkat teknologi yang digunakan.
2) David Ricardo
David Ricardo mengemukakan teori
pertumbuhan ekonomi dalam sebuah buku yang berjudul The Principles of Political
Economy and Taxation. Menurut David Ricardo, pertumbuhan ekonomi suatu Negara
ditentukan oleh pertumbuhan penduduk, di mana bertambahnya penduduk akan
menambah tenaga kerja dan membutuhkan tanah atau alam.
c. Aliran Neo Klasik
Tokoh-tokoh aliran Neo Klasik di antaranya Schumpeter,
Harrod – Domar, dan Sollow – Swan.
1) Schumpeter
Teori Schumpeter menekankan tentang
pentingnya peranan pengusaha dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan para
pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaruan atau
inovasi dalam ekonomi. Hal ini bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan
perekonomian jika para pengusaha terus-menerus mengadakan inovasi dan mampu
pengadakan kombinasi baru atas investasinya atau proses produksinya. Adapun
jenis-jenis inovasi, di antaranya dalam hal berikut.
a) Penggunaan teknik produksi.
b) Penemuan bahan dasar.
c) Pembukaan daerah pemasaran.
d) Penggunaan manajemen.
e) Penggunaan teknik pemasaran.
2) Harrod – Domar
Dalam analisis teori pertumbuhan
ekonomi menurut Teori Harrod – Domar, menjelaskan tentang syarat yang harus
dipenuhi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh (steady
growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang digunakan oleh Harrod–Domar dalam teori
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh beberapa hal-hal berikut.
a) Tahap awal perekonomian telah mencapai tingkat full
employment.
b) Perekonomian terdiri atas sektor rumah tangga (konsumen)
dan sektor perusahaan (produsen).
c) Fungsi tabungan dimulai dari titik nol, sehingga besarnya
tabungan proporsional dengan pendapatan.
d) Hasrat menabung batas (Marginal Propencity to Save)
besarnya tetap.
Sehingga menurut Harrod – Domar
pertumbuhan ekonomi yang teguh akan mencapai kapasitas penuh (full capacity) dalam
jangka panjang.
3) Sollow–Swan
Menurut teori Sollow–Swan, terdapat
empat anggapan dasar dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi.
a) Tenaga kerja (penduduk) tumbuh dengan laju tertentu.
b) Fungsi produksi Q = f (K,L) berlaku bagi setiap periode
(K : Kapital, L : Labour).
c) Adanya kecenderungan menabung dari masyarakat.
d) Semua tabungan masyarakat diinvestasikan.
d. Aliran Historis
d. Aliran Historis
Tokoh-tokoh yang menganut aliran
historis antara lain Friederich List, Bruno Hildebrand, Karl Bucher, Werner
Sombart, dan Walt Whitman Rostow.
1) Friederich List (1789–18456)
Menurut Friederich List,
perkembangan ekonomi ditinjau dari teknik berproduksi sebagai sumber
penghidupan.Tahapan pertumbuhan ekonominya antara lain: masa berburu atau
mengembara, masa beternak atau bertani, masa bertani dan kerajinan, masa
kerajinan industri dan perdagangan. Buku hasil karyanya berjudul Das Nationale
System der Politischen Oekonomie (1840).
2) Bruno Hildebrand (1812–1878)
Menurut Bruno Hildebrand,
perkembangan ekonomi ditinjau dari cara pertukaran (tukar-menukar) yang
digunakan dalam masyarakat. Tahap pertumbuhan ekonominya: masa pertukaran
dengan natura (barter), masa pertukaran dengan uang, dan masa pertukaran dengan
kredit/giral. Pendapatnya ditulis dalam sebuah buku yang berjudul Die National
Ekonomie der gegenwart und Zukunfit (1848).
3) Karl Bucher (1847–1930)
Menurut Karl Bucher, perkembangan
ekonomi ditinjau dari jarak antara produsen dengan konsumen. Tahap pertumbuhan
ekonominya antara lain: rumah tangga tertutup, rumah tangga kota, rumah tangga
bangsa, dan rumah tangga dunia.
4) Werner Sombart (1863–1941)
Menurut Werner Sombart, perkembangan
ekonomi ditinjau dari susunan organisasi dan idiologi masyarakat. Tahapan
pertumbuhan ekonomi menurut Werner Sombart adalah Zaman perekonomian tertutup,
Zaman perekonomian kerajinan dan pertukangan, Zaman perekonomian kapitalis
(Kapitalis Purba, Madya, Raya, dan Akhir). Karyanya ditulis dalam sebuah buku
yang berjudul Der Moderne Kapitalismus (1927).
5) Walt Whitman Rostow
Dalam bukunya yang berjudul The
Stage of Economic Growth, W.W. Rostow membagi pertumbuhan ekonomi menjadi lima
tahap atas dasar kemajuan tingkat teknologi. Kelima tahap itu adalah masyarakat
tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, gerakan ke arah kedewasaan,
dan tahap konsumsi tinggi.
B.2
Pertumbuhan Ekonomi Selama Orde Baru Hingga Saat Ini
1. Pada masa Orde Baru
Pada pertengahan tahun 1960an, kondisi
ekonomi Indonesia telah mencapai keadaan yang sangat buruk. Perekonomian
Indonesia menderita karena kekacauan politik yang dipicu oleh Presiden Soekarno, presiden pertama
Indonesia.
Pembangunan ekonomi Indonesia
selama pemerintahan Orde Baru
Suharto bisa dibagi dalam tiga
periode, setiap periode dikenali dengan kebijakan-kebijakan spesifiknya yang
ditujukan untuk konteks ekonomi spesifik. Periode-periode ini adalah:
• Pemulihan ekonomi
(1966-1973)
Yang menjadi misi dasar pemerintahan
Orde Baru Suharto adalah pembangunan ekonomi; langkah pertama adalah
reintegrasi Indonesia ke dalam ekonomi dunia dengan cara bergabung kembali dengan
International Monetary Fund (IMF), Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia
dalam pertengahan akhir tahun 1960an. Ini memulai aliran bantuan keuangan dan
bantuan asing dari negara-negara Barat dan Jepang masuk ke Indonesia.
Permusuhan dengan Malaysia (politik konfrontansi Soekarno) juga dihentikan.
Langkah kedua adalah memerangi hiperinflasi. Suharto mengandalkan sekelompok
teknokrat ekonomi (sebagian besar dididik di Amerika Serikat) untuk membuat
sebuah rencana pemulihan ekonomi. Di akhir 1960an stabilitas harga diciptakan
melalui sebuah kebijakan yang melarang pendanaan domestik dalam bentuk hutang
domestik ataupun pencetakan uang. Kemudian sebuah mekanisme pasar bebas
dipulihkan dengan tindakan-tindakan membebaskan kontrol pasar, diikuti dengan
implementasi Undang-Undang (UU) Penanaman Modal Asing (1967) dan UU Penanaman
Modal Dalam Negeri (1968). Kedua udang-undang ini mengandung insentif-insentif
yang menarik bagi para investor untuk berinvestasi di negara ini dan berdampak
pada pertumbuhan ekonomi lebih dari 10% di tahun 1968.
• Pertumbuhan ekonomi secara cepat dan intervensi Pemerintah
yang semakin kuat (1974-1982)
Sampai tahun 1982, pertumbuhan ekonomi
tahunan yang cepat di atas minimum 5% dijaga. Fakta lain yang juga penting
adalah Indonesia diuntungkan secara siginifikan dari dua oil boom yang terjadi di tahun 1970an. Oil boom
yang pertama terjadi di tahun 1973/1974 ketika Organization of
Petroleum-Exporting Countries (OPEC), yang anggotanya termasuk Indonesia,
memotong ekspornya dengan drastis dan menyebabkan kenaikan harga minyak yang
besar. Oil boom kedua terjadi di tahun 1978/1979 ketika Revolusi Iran
mengganggu produksi minyak dan kembali terjadi kenaikan harga yang besar.
Karena kedua oil boom ini, pendapatan ekspor Orde Baru dan pendapatan
Pemerintah meningkat tajam. Meningkatnya pendapatan pemerintah yang didapat
dari oil boom pertama berarti Pemerintah tidak lagi bergantung pada
investasi-investasi asing, dan karenanya pendekatan intervensionis bisa
dimulai.
• Pertumbuhan didorong oleh ekspor dan deregulasi (1983-1996)
Pada awal 1980an, harga minyak mulai
jatuh lagi dan reposisi mata uang di tahun 1985 menambah hutang luar negeri
Indonesia. Pemerintah harus melakukan usaha-usaha baru untuk memulihkan
stabilitas makroekonomi. Nilai rupiah didevaluasi di tahun 1983 untuk
mengurangi defisi transaksi berjalan yang bertumbuh, UU pajak yang baru
diterapkan untuk menambah pendapatan dari pajak non minyak dan
tindakan-tindakan deregulasi perbankan dilakukan (credit ceilings untuk suku bunga dihapuskan dan bank
diizinkan untuk menentukan tingkat suku bunga dengan bebas). Terlebih lagi,
perekonomian telah diarahkan ulang dari perekonomian yang tergantung kepada
minyak kepada sebuah perekonomian yang memiliki sektor swasta yang kompetitif
yang berorientsi pada pasar ekspor. Ini menyebabkan adanya tindakan-tindakan
deregulasi baru untuk memperbaiki iklim investasi bagi para investor swasta.
Waktu harga minyak jatuh lagi di pertengahan 1980an, Pemerintah meningkatkan
tindakan-tindakan untuk mendukung pertumbuhan yang didorong oleh ekspor
(seperti pembebasan bea cukai-bea cukai impor dan pengulangan devaluasi
rupiah). Perubahan kebijakan-kebijakan ini (dikombinasi dengan paket deregulasi
di tahun 1990an) juga mempengaruhi investasi asing di Indonesia. Investasi
asing yang berorientasi pada ekspor disambut secara khusus.
Sektor lain yang juga terpengaruh oleh
tindakan-tindakan deregulasi yang mendalam adalah sektor keuangan Indonesia.
Bank-bank swasta baru diizinkan untuk didirikan, bank-bank yang sudah ada bisa
membuka cabang-cabang di seluruh negeri dan bank-bank asing bebas beroperasi di
luar Jakarta. Reformasi finansial ini kemudian akan menjadi masalah yang
memperkuat krisis di Indonesia pada akhir 1990an. Namun sebelumnya,
tindakan-tindakan ketat ini memiliki dampak positif pada perekonomian
Indonesia. Ekspor produk-produk manufaktur mulai menjadi mesin perekonomian
Indonesia. Antara 1988 dan 1991 produk domestik bruto (PDB) Indonesia bertumbuh rata-rata 9%
setiap tahunnya, melambat menjadi 'hanya' rata-rata 7,3% pada periode 1991-1994
dan meningkat lagi di dua tahun selanjutnya.
2. Pemerintahan Transisi
Krisis finansial Asia yang menyebabkan
ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat
Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot
setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei
1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh
Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto
akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pemerintahan transisi
merupakan peralihan antara pemerintahan zaman Soeharto ke pemerintahan B.J.
Habibie.
3. Pemerintahan Reformasi
Pemerintahan Reformasi Pada tanggal 21 Mei
1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI
dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan
dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam
proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan
terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk,
terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
4. Pemerintahan Gotong Royong
Kabinet Gotong Royong adalah kabinet
pemerintahan Presiden RI kelima Megawati Sukarnoputri (2001-2004). Kabinet ini
dilantik pada tahun 2001 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2004. Kinerja
Pemerintahan Megawati Soekarnoputri sangat mengecewakan. Megawati tidak tampil
sebagai seorang presiden, melainkan lebih sebagai ketua umum partai. Akibatnya,
roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana diharapkan banyak orang dan
cita-cita reformasi.
Penilaian itu dilontarkan Kelompok Kerja
(Pokja) Petisi 50 dalam evaluasi akhir tahun Petisi 50 yang berjudul
"Catatan Akhir Tahun 2002, Pernyataan Keperihatinan". Sebagai
pemimpin bangsa, menurut Petisi 50, Presiden Megawati sangat mudah dipengaruhi.
Selain itu, para pembantunya di jajaran kabinet kelihatan sangat tidak solid.
Hal itu terjadi karena para menteri masing-masing mengusung kepentingan partai
politik (parpol) dari mana mereka berasal.
Sebagai pemimpin bangsa, menurut Petisi 50,
Presiden Megawati sangat mudah dipengaruhi. Selain itu, para pembantunya di
jajaran kabinet kelihatan sangat tidak solid. Hal itu terjadi karena para
menteri masing-masing mengusung kepentingan partai politik (parpol) dari mana
mereka berasal.
5. Pemerintahan Indonesia Bersatu
A. PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID I
(ERA SBY-JK 2004-2009)
Pada periode ini, pemerintah melaksanakan
beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil
diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada
prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan
meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
B. PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID II
(ERA SBY – BOEDIONO) == (2009-2014)
Susunan kabinet ini berasal dari usulan
partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang
mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB) ditambah
Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada
Pilpres 2009, serta kalangan profesional.
Pada periode ini, pemerintah khususnya
melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
1. BI rate
2. Nilai tukar
3. Operasi moneter
4. Kebijakan makroprudensial untuk
pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas,
diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan
berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
6.
Pemerintahan Jokowi dan JK (2015-Sekarang)
Sebagai
kementerian non teknis yang bertugas membantu Presiden dalam menyelaraskan dan
mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pengendalian urusan kementerian
dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, Kemenko Perekonomian
menghadapi tantangan yang tidak ringan sejak Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla dilantik pada 20 Oktober 2014. Tantangan itu terutama
datang sebagai dampak dari lesunya perekonomian global.
Sebagai dampak perkembangan ekonomi
global tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga triwulan II 2015 masih
melambat, yakni sebesar 4,67% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 4,72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 yang
masih melambat ini terutama akibat melemahnya pertumbuhan investasi, konsumsi
pemerintah, dan konsumsi rumah tangga.
Dari sisi eksternal, ekspor tumbuh
terbatas seiring dengan pemulihan ekonomi global yang belum kuat dan harga
komoditas yang masih menurun. Di sisi lain, pertumbuhan impor terkontraksi
lebih dalam sejalan dengan lemahnya permintaan domestik.
Perkembangan Neraca Perdagangan
Indonesia pada semester I 2015 mencatat surplus, terutama ditopang oleh surplus
neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan tersebut mendorong perbaikan
defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015 yang lebih baik dari prakiraan
sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan lebih baik dari periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB.
Nilai tukar rupiah mengalami
depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal. Pada Juli 2015, rupiah
melemah ke level Rp 13.311 per dolar AS dari sebelumnya di kisaran Rp 12.025
pada hari pertama pemerintahan Jokowi-JK. Angka ini bahkan terus merosot hingga
hampir mencapai Rp 14.800 pada bulan September 2015. Beruntung, kondisi ekonomi
global dan kerja keras pemerintahan Jokowi-Jk berhasil memperkokoh nilai rupiah
kembali ke kisaran Rp 13.500 pada pertengahan bulan Oktober 2015.
Sejalan dengan pergerakan rupiah,
perkembangan harga saham juga mengalami tekanan. Pada awal November 2014 Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat sebesar Rp 5.085,51 merosot
menjadi Rp 4.120,5 di akhir September 2015 akibat derasnya arus modal
asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia. Tapi rangkaian Paket Kebijakan
Ekonomi pemerintah yang diterbitkan sejak 9 September 2015 telah membawa
persepsi positif kepada investor pasar modal, sehingga IHSG naik kembali
menjadi Rp 4.591,91 pada 19 Oktober 2015.
Sebagai akibat kebijakan penyesuaian
harga BBM pada bulan November 2014, inflasi melonjak menjadi 8,36 % (yoy) pada
akhir tahun 2014. Melalui kebijakan pengendalian harga pangan dan harga barang
yang diatur oleh pemerintah, tingkat inflasi secara bertahap menurun. Pada
bulan September 2015 inflasi menjadi 6,83% (yoy) atau 2,24% (ytd). Dengan
pengendalian inflasi yang ketat hingga di tingkat Pemerintah Daerah, maka
inflasi diperkirakan di kisaran 4%pada akhir tahun 2015. Penurunan inflasi
sebagian disebabkan melemahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan
pertumbuhan ekonomi khususnya di wilayah pertambangan dan perkebunan.
Perekonomian diperkirakan mulai
meningkat pada triwulan III dan berlanjut pada triwulan IV 2015. Peningkatan
tersebut didukung oleh akselerasi belanja pemerintah dengan realisasi
proyek-proyek infrastruktur yang semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan
berbagai upaya khusus yang dilakukan pemerintah untuk mendorong percepatan
realisasi belanja modal, termasuk dengan menyiapkan perangkat aturan yang
diperlukan. Sementara itu, konsumsi juga diperkirakan membaik, seiring dengan
ekspektasi pendapatan yang meningkat dan penyelenggaraan Pilkada serentak pada
triwulan IV 2015.
B.3
Faktor-faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perekonmian Indonesia tidak terlepas dari permasalahan kesenjangan
dalam pengelolaan perekonomian, dimana para pemilik modal besar selalu
mendapatkan kesempatan yang lebih luas dibandingkan dengan para pengusaha kecil
dan menengah yang kekurangan modal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di Indonesia secara umum yaitu:
- Faktor
produksi, yaitu harus mampu memanfaatkan tenaga kerja yang ada dan
penggunaan bahan baku industri dalam negeri semaksimal mungkin
- Faktor
investasi, yaitu dengan membuat kebijakan investasi yang tidak rumit dan
berpihak pada pasar
- Faktor
perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran, harus surplus sehingga
mampu meningkatkan cadangan devisa dan menstabilkan nilai rupiah
- Faktor
kebijakan moneter dan inflasi, yaitu kebijakan terhadap nilai tukar rupiah
dan tingkat suku bunga ini juga harus di antisipatif dan diterima pasar
- Faktor
keuangan negara, yaitu berupa kebijakan fiskal yang konstruktif dan mampu
membiayai pengeluaran pemerintah
Kebanyakan negara berkembang
menghadapi banyak masalah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Hambatan-hambatan terpenting yang dialami adalah:
- Kegiatan
sektor pertanian masih tetap tradisonal dan produktivitasnya sangat rendah
- Kebanyakan
negara masih menghadapi masalah kekurangan dana modal dan barang modal
(peralatan produksi) yang modern
- Tenaga
terampil, terdidik dan keahlian keusahawanan penawarannya masih jauh
dibawah jumlah yang diperlukan
- Perkembangan
penduduk sangatlah pesat
- Berbagai
masalah institusi, sosial, kebudayaan dan politik yang sering dihadapi.
C. Perubahan
Struktur Ekonomi
C.1
Perubahan Struktur Ekonomi
Istilah
Kuznets, perubahan struktur ekonomi disebut transpormasi struktural, artinya
rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi
AD, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), AS (produksi dan penggunaan
faktor produksi yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979)
1. Teori dan Bukti Empiris
Teori
perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transpormasi
ekonomi yang ditandai oleh LDCs, yang semula lebih bersifat subsistence dan
menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang
lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer. Ada 2 teori yang
umum digunakan dalam penganalisis perubahan struktur ekonomi.
a.
Teori Migrasi (Arthus Lewis),
bahwa
ekonomi suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2 yaitu: Perekonomian
Tradisional dipedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan Perekonomian
Modern diperkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena
pertumbuhan penduduknay tinttgi, maka terjadi kelebihan L dan tingkat hidup
masyarakat berada pada kondisi subsistence. Kelebihan L ini ditandai dengan
produk marjinalnya yang nilainya nol dan tingkat upah riil (w) yang rendah.
Rumus ini juga berlaku bagi perekonomian Modern.
Rumusnya:
Rumusnya:
LPD
= Fd(WP’ YP) (2,25)
LPS
= Fs(wp) (2,26)
LPD
= LPD = LP (2,27)
Persamaan
(2,25), permintaan L (LPD) yang merupakan suatu fungsi negatif dari tingkat
upah (wp) (Fd’wp>0) dan positif dari volume produksi pertanian (Yp)
(Fd’Yp>0). Persamaan (2,26) , penawaran L (LPS) yang merupakan suatu fungsi
positif dari tengkat upah (Fw’wp). Sedang persamaan (2,27) mencermintakn keseimbangan
di pasar L, yang menghasilkan tingkat w (W setelah dikoreksi dengan inflasi)
dan jumlah L tertentu.
b.
Teori Transpormasi struktural (Hollis Chenery),
Teori
ini memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi
di LDCs, yang mengalami transportasi dari pertanian tradisional ke sektor
industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
Perubahan
struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total
pertumbuhan NT dari semua sektor ekonomi dapat dijelaskan dengan industri dan
pertanian NTB masing-masing, yakni NTBi dan NTBp yang membentuk PDB :
PDB = NTBi + NTBp
PDB = NTBi + NTBp
Berdasarkan
model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama
besarnya dengan jumlah empat faktor berikut :
a.
Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk
industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik
untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap industri manufaktur.
b.
Perluasan ekspor atau efek ttal dari kanaikan jumlah ekspor terhadap produk
idustri manufaktur.
c.
Substitusi imfor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap
sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri
manufaktur.
d.
Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien infut-outfut di
dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor
industri manufaktur.
Faktor-faktor
internal yang membedakan kelompok LDCs yang mengalami transisi ekonomi yang
sangat pesat, yaitu:
a.
Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
b.
Besarnya pasar dalam negeri
c.
Pola distribusi pendapatan
d.
Karakteristik dari industrialisasi
e.
Keberadaan SDA
f.
Kebijakan perdagangan luar negeri
SUMBER:
1. http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/pengertian-gross-domestic-product-produk-domestik-bruto-gdp/
2. http://www.ssbelajar.net/2013/01/teori-teori-pertumbuhan-ekonomi.html
3. http://sejarah-peninggalansejarah.blogspot.co.id/2011/10/perkembangan-ekonomi-pada-masa.html
4. http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/keajaiban-orde-baru/item247
5. http://destikafizriani.blogspot.co.id/2015/04/perubahan-struktur-ekonomi.html